Jakarta,TARUNA OFFICIAL
Politikus Partai Golkar, Indra J Piliang, menilai polemik keaslian ijazah Wapres Gibran Rakabuming Raka sudah memasuki fase krusial.
Dalam pernyataannya yang beredar di berbagai kanal media sosial, Indra menyebut isu ini “sulit untuk diselamatkan” dan bahkan mengibaratkan saatnya “melempar handuk”, terutama bila otoritas pendidikan di Singapura dan Australia ikut angkat suara.
Isu dugaan ijazah palsu Gibran sudah muncul sejak sebelum Pilpres 2024 dan kembali menguat seiring semakin besarnya peran politik putra sulung mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu.
Gibran sendiri konon katanya menempuh pendidikan tinggi melalui jalur internasional yakni program persiapan di Australia sebelum melanjutkan studi di Management Development Institute of Singapore (MDIS) yang bekerja sama dengan University of Bradford, Inggris.
Gibran telah menunjukkan dua dokumen utama untuk membantah tuduhan itu:
-Ijazah Bachelor of Science (BSc) dari University of Bradford melalui program MDIS, Singapura.
-Surat keterangan kesetaraan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang menyatakan ijazah luar negerinya setara dengan sarjana S1 di Indonesia.
Meski demikian, keraguan sebagian kalangan tetap mencuat. Perdebatan terutama soal status program studi yang ditempuh,apakah setara S1 penuh atau hanya program diploma,membuat isu ini tidak pernah benar-benar surut.
Indra, yang dikenal sebagai analis politik senior dan kader Golkar, menyebut kasus ini sebagai “bom waktu” jika tidak ditangani dengan total keterbukaan.
“Bayangkan kalau otoritas Singapura dan Australia ikut bicara. Sulit untuk diselamatkan. Saatnya lempar handuk,” ujarnya di akun media sosial miliknya, Jumat (19/9/2025).
Pernyataan “lempar handuk” ditafsirkan banyak pengamat sebagai saran agar pihak Gibran dan koalisinya menyiapkan langkah antisipatif bila ada klarifikasi resmi dari kampus luar negeri yang berbeda dengan klaim yang selama ini disampaikan.
Mengapa Singapura dan Australia disebut? Karena proses pendidikan Gibran melewati kedua negara itu. Program awalnya dilakukan melalui jalur persiapan di Sydney, Australia, sebelum melanjutkan ke MDIS Singapura.
Jika kementerian pendidikan atau universitas di dua negara itu mengeluarkan pernyataan resmi yang meragukan catatan akademik Gibran, konsekuensinya bisa serius:
-Legitimasi akademik: Surat kesetaraan dari Kemendikbud RI akan kembali dipertanyakan.
-Kepercayaan publik: Isu bisa meluas ke ranah internasional, membuat citra Wapres sekaligus putra presiden tersudut.
-Dampak politik: Penentang politik bisa menggunakan temuan itu sebagai senjata hukum dan kampanye, terutama menjelang pemilu atau kontestasi politik berikutnya.
Sejauh ini, Gibran menegaskan ijazahnya sah dan telah diverifikasi Kemendikbud. Ia bahkan beberapa kali menantang pihak yang meragukan keasliannya untuk memeriksa langsung ke universitas terkait. Kementerian Pendidikan juga menegaskan dokumen yang ditunjukkan Gibran sudah melalui proses verifikasi resmi.
Sejumlah pengecekan fakta media arus utama pun menyatakan banyak tuduhan “ijazah palsu” sebagai hoaks. Namun, di era media sosial, isu semacam ini kerap tetap hidup karena berulang kali dipantik ulang.
Menurut pengamat politik Rokhmat Widodo menilai pernyataan Indra menambah tekanan terhadap Golkar dan koalisi pemerintah.
“Indra J Piliang punya rekam jejak sebagai analis kritis. Ucapan ‘lempar handuk’ bisa memengaruhi persepsi publik bahwa isu ini memang serius,” ujarnya.
Bagi koalisi pemerintah, khususnya Partai Golkar yang berada di lingkaran kekuasaan, ini adalah ujian kepercayaan publik. Jika verifikasi internasional muncul dan berbeda dengan klaim selama ini, manuver politik bisa berubah drastis.
Hingga kini belum ada pernyataan resmi dari pihak universitas luar negeri yang disebut dalam polemik. Namun, rumor bahwa pihak Singapura maupun Australia bisa diminta memberikan klarifikasi kian menambah spekulasi.
Ijazah Gibran Setara SD ?
Belakangan seorang dosen IPB University, Dr Meilanie Buitenzorgy,juga mempertanyakan legalitas ijazah Wapres Gibran Rakabuming Raka melalui tulisan yang beredar di media sosial.
Ia menyoroti program persiapan di UTS Insearch, Australia, yang menurutnya bukan sekolah menengah atas resmi sehingga tidak sah untuk penyetaraan ijazah.
Meilanie juga menyinggung riwayat pendidikan Gibran di Orchid Park Secondary School (OPSS) Singapura, yang disebut hanya setara dengan SMP plus satu tahun tambahan, bukan SMA.
Ia menilai untuk bisa kuliah biasanya dibutuhkan sertifikat GCE A-Level, sedangkan Gibran tidak memilikinya.
Bahkan bila ada sertifikat O-Level, menurutnya tetap perlu diteliti detail nilainya.
Meski begitu, dokumen pendidikan Gibran telah diverifikasi KPU saat pendaftaran Pilpres 2024.
Hingga kini tidak ada lembaga resmi yang menyatakan ijazah Gibran tidak sah. Dalam catatan publik, Gibran menempuh pendidikan di SMPN 1 Solo, OPSS Singapura, program persiapan UTS Insearch, dan kuliah di University of Technology Sydney.
GIBRAN CUMA TAMATAN SD ?
Dalam tulisannya Dr Meilani Boutenxorgy menyebutkan bahwa di Indonesia, penyetaraan ijazah LN diatur oleh Permendikbudristek no. 50 tahun 2020 tentang Penyetaraan Ijazah Luar Negeri.
Penyetaraan hanya berlaku untuk ijazah pendidikan dasar/menengah dalam sistem asing yang diakui sebagai “school leaving certificate” resmi.
Berhubung Gibran mengklaim dia lulusan SMA di Australia, maka berikut saya lampirkan contoh high school leaving certificate SMA di Australia milik anak saya. Pada sertifikat tersebut, jelas mencantumkan nama High School yang mengeluarkan sertifikat. Atau, untuk sekolah international, high school leaving certificate bisa dalam bentuk IB (International Baccalaureate) Diploma.
Nah, pendidikan yang ditempuh Gibran di University Technology Sydney (UTS) Insearch jelas-jelas tidak bisa mengeluarkan high school leaving certificate. UTS bukan high school, sedangkan program Insearch yang diambil Gibran di UTS adalah program persiapan/matrikulasi/bridging pra-universitas.
Maka, dokumen penyetaraan yang dikeluarkan Dikdasmen yang menyatakan pendidikan Gibran di UTS Insearch setara SMK kelas XII seharusnya batal demi hukum karena melanggar Permendikbudristek no. 50 tahun 2020.
Jadi, FIX Gibran tidak punya ijazah SMA keluaran Australia.
Ya gak masalah, kan menurut KPU, Gibran masih punya rekod pendidikan SMA dari Orchid Park Secondary School Singapore?
Masalahnya, Orchid Park Secondary School (OPSS) yang diklaim sebagai pendidikan SMA-nya Gibran, itu juga tidak setara dengan SMA di Indonesia. OPSS menyediakan pendidikan setara kelas 7-10 di Indonesia, jadi setara dengan SMP + 1 tahun.
Nah, school leaving certificate dari Secondary School di Singapura adalah GCE O-Level atau N-Level Certificate.
Kalaupun Gibran punya sertifikat GCE O-Level atau N-Level dari Orchid Park Secondary School, ini juga belum setara dengan ijazah SMA di Indonesia. Untuk bisa melanjutkan ke pendidikan tinggi/universitas, siswa secondary school di Singapura harus lanjut lagi ke Junior College untuk memperoleh sertifikat GCE A-Level.
Jadi, FIX juga, Gibran tidak punya ijazah SMA keluaran Singapura.
Jadi Gibran cuma lulusan SMP nich? Nah, ini juga belum tentu. Karena ada perbedaan standar ijazah Indonesia dengan sertifikat GCE Singapura.
Di Indonesia, untuk mendapatkan ijazah sekolah menengah, siswa harus LULUS, memenuhi nilai minimum untuk semua mata pelajaran. Sementara, sertifikat GCE Singapura baik O-level, N-level maupun A-level tidak mempersyaratkan kelulusan dan nilai minimum. Semua siswa bisa mendapatkan sertifikat O-level, N-level mapun A-level sekalipun nilai-nilainya jeblok di bawah standar kelulusan/pass.
Ketika siswa akan lanjut ke level pendidikan berikutnya, maka nilai-nilai yang tertera di sertifikat O-level, N-level maupun A-level itulah yang akan menentukan apa siswa tersebut memenuhi syarat masuk minimum atau tidak.
Jadi, kalaupun Gibran punya sertifikat GCE O-level atau N-level, mesti dilihat lagi nilai-nilai ybs. Kalau banyak subyek yang tidak lulus (<50), maka sertifikat O-level/N-level tsb tidak setara dengan ijazah SMP Indonesia yang mempersyaratkan nilai lulus untuk semua subyek.
Tapi tapi, menurut KPU, kan Gibran bersekolah SMP di SMPN 1 Solo? Nah, ini mesti diselidiki juga, apakah Gibran sekolah di SMPN 1 Solo sampai tamat hingga punya ijazah? Karena di website Pemkot Solo, Gibran mengklaim melanjutkan pendidikan SMP ke Singapura. Dan ini konsisten dengan status Orchid Park Secondary School Singapore yang memang sekolah menengah kelas 7-10, jadi setara dengan SMP + 1 tahun di Indonesia.
Jadi, kalau Gibran:
- Tidak punya Ijazah SMA keluaran high school Australia
- Tidak punya International Baccalaureate (IB) Diploma
- Tidak punya sertifikat GCE A-Level keluaran Singapura
- Tidak punya sertifikat GCE O-Level atau N-level keluaran Singapura
- Punya sertifikat GCE O-Level atau N-level keluaran Singapura tapi nilai-nilainya jeblok <50
- Tidak punya ijazah lulusan SMPN 1 Solo,
maka FIX, kualifikasi pendidikan Gibran cuma tamatan SD.
Dan seharusnya, SK Penyetaraan pendidikan S1 Gibran di MDIS juga batal demi hukum. Karena syarat utama pendidikan adalah bertahap dan berkesinambungan.
Seseorang tidak bisa dapat SK penyetaraan S1 kalau dia tidak punya ijazah SMA, apalagi tidak punya ijazah SMP pula. Independensi dan profesionalisme Kementerian Pendidikan dalam meng-assess ijazah Gibran menjadi sangat dipertanyakan.(***)
rel/tim


















0 Komentar