Jogjakarta,TARUNA OFFICIAL
UGM telah menjawab tuduhan ijazah palsu yang dialamatkan alumni Rismon Sianipar kepada Joko Widodo.Sekaligus menepis tudingan adanya upaya melindungi Presiden Indoensia ke-7 tersebut.
UGM memastikan bahwa ijazah Jokowi asli, dengan memiliki data pendukung sampai dengan lulus dan diwisuda pada 1985.
Guru Besar Hukum Pidana UGM, Marcus Priyo Gunarto, menilai tuduhan Rismon Hasiholan Sianpar harus dibuktikan secara hukum.
Ada dua tindakan pemalsuan dalam ranah hukum pidana, yakni membuat palsu dan memalsukan.
Membuat palsu, artinya dokumen asli tidak pernah ada namun pelaku membuat surat atau akta dalam hal ini ijazah, seolah-olah itu ada dan asli.
“Itu namanya membuat palsu,” kata Marcus,Kamis, 3 April 2025 di laman UGM.
Kemudian, tindakan memalsukan, dalam hal ini ijazah atau skripsi yang dulunya pernah ada, tetapi mungkin rusak atau hilang, kemudian membuat dokumen baru seolah-olah itu adalah asli.
“Dua duanya adalah kejahatan, dan ada ancaman pidana. Ini (Rismon) tidak jelas yang dituduhkan, memalsukan atau membuat palsu,” ujarnya.
Menurut dia, tuduhan ijazah palsu kepada Joko Widodo sangat lemah.
UGM, khususnya di Fakultas Kehutanan memiliki banyak data pendukung yang menunjukkan bahwa Joko Widodo pernah kuliah, pernah ujian, dan pernah ikut yudisium.
“Yang bersangkutan pernah wisuda, dan ada berita acara yang menunjukkan peristiwa tersebut, maka ijazah memang pernah ada,” ujarnya.
Menanggapi klarifikasi Marcus tersebut,Netizen pun bereaksi dan mempertanyakan,kalau pernah ada dan sekarang bisa disimpulkan sudah tidak ada.Artinya sudah hilang.
"Kalau memang benar hilang mengapa tidak ada laporan polisinya (LP) saat melengkapi syarat administrasi pencalonan Walikota Solo,Gubernur DKI dan Presiden,"komentar Netizen.
Komentar Guru Besar Hukum UGM ini bukannya menjawab keraguan publik dengan bukti sahih dan transparansi akademik malah menambah kontroversi setelah menyebut ijazah Jokowi asli tapi hilang.
Prof Marcus Priyo Gunarto SH MHum guru besar hukum pidana UGM bahkan mengklaim bahwa ijazah Jokowi pernah ada, namun kini tidak lagi tersimpan di arsip kampus.Anehnya lagi,menurut Markus, dokumen itu telah dibuat ulang.
Pernyataan yang dinilai kontroversial ini menuai kritik dari kalangan pakar hukum hingga aktivis masyarakat sipil.
“Pernyataan seperti itu bukan klarifikasi, tapi justru bentuk pembelokan substansi,” kata seorang pengamat KUHP dan Aktivis Kebebasan Berpendapat Damai Hari Lubis.
"Dalam hukum pidana, dokumen resmi tidak bisa sekadar 'diganti' tanpa prosedur. Jika memang hilang, mana bukti laporannya? Mana berita acara kehilangan atau verifikasi forensik atas dokumen pengganti itu," tanya Damai Hari Lubis.
Damai Hari Lubis menyayangkan narasi Marcus yang dinilai lebih membela kekuasaan dibandingkan prinsip kebenaran hukum.
“Narasi ini berbahaya. Ia bisa memahami logika hukum masyarakat, seolah semua bisa dijustifikasi lewat tafsir pribadi guru besar, bukan lewat mekanisme ilmiah dan hukum yang ketat.”
Damai Hari Lubis menilai UGM sebagai kampus kerakyatan harusnya berdiri di pihak transparansi dan akuntabilitas.
“Pendapat semacam ini justru memberi kesan bahwa gunung tunduk pada kekuasaan, bukan pada nurani akademik.”
Hal senada diungkap oleh Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA), kelompok sipil masyarakat yang sejak 2022 aktif menggugat legalitas ijazah Presiden Jokowi.
Menurut mereka, klaim ijazah hilang tapi diganti tanpa dasar kuat justru memperkuat kecurigaan publik.
“Kalau memang hilang, mana arsip pembanding dari UGM? Kenapa tak ada pelibatan pusat studi forensik digital UGM untuk menelaah data digital yang sudah dipaparkan oleh pakar seperti Roy Suryo dan Rismon Sianipar?” ujar seorang aktivis TPUA.
TPUA telah menempuh jalur litigasi dan non-litigasi atas dugaan pemalsuan dokumen, bahkan hingga ke Mabes Polri.
Mereka mengklaim telah menyerahkan bukti digital forensik serta putusan pengadilang sebelumnya yang menguatkan gugatan mereka.(***)
Rel
0 Komentar