MK Putuskan Masyarakat Adat Boleh Buka Kebun di Wilayah Hutan Adat Tanpa Izin Usaha


Masyarakat adat di seluruh Indonesia boleh bergembira.Karena Mahkamah Konstitusi (MK) secara resmi telah memutuskan bahwa masyarakat adat tidak lagi wajib mengantongi izin dari pemerintah untuk mengelola atau membuka kebun di wilayah hutan adat mereka.

Putusan ini menjadi tonggak penting dalam perjuangan panjang pengakuan hak-hak masyarakat adat atas tanah dan sumber daya alam yang telah mereka kelola turun-temurun.

MK menegaskan bahwa hutan adat bukan lagi bagian dari hutan negara, melainkan milik komunitas adat yang sah dan diakui keberadaannya oleh hukum.

Dengan demikian, masyarakat adat kini memiliki kedaulatan lebih besar dalam mengelola wilayahnya, termasuk membuka lahan untuk pertanian, berkebun, maupun aktivitas ekonomi lainnya, selama tetap menjaga kelestarian lingkungan sesuai kearifan lokal.

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa masyarakat adat boleh membuka lahan perkebunan di kawasan hutan, tanpa harus mendapat izin berusaha dari pemerintah pusat.

Hanya saja, dalam putusan perkara nomor 181/PUU-XXII/2024, MK mengatakan bahwa izin itu tidak diperlukan asal pembukaan lahan tersebut bukan untuk tujuan komersial.

Putusan MK itu merupakan bagian dari dikabulkannya sebagian permohonan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja).

MK menyatakan, Pasal 17 ayat (2) huruf b dalam Pasal 37 angka 5 Lampiran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

"Sepanjang tidak dimaknai, “dikecualikan untuk masyarakat yang hidup secara turun temurun di dalam hutan dan tidak ditujukan untuk kepentingan komersial”," kata Ketua MK, Suhartoyo dalam sidang yang digelar di ruang sidang pleno MK, Jakarta Pusat pada Senin, 16 Oktober 2025.

Adapun Pasal 17 ayat (2) huruf b dalam Pasal 37 angka 5 Lampiran UU Cipta Kerja semula mengatur "setiap orang dilarang melakukan kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa perizinan berusaha dari pemerintah pusat".

Dalam pertimbangan hukumnya, Hakim Konstitusi Enny Nuraningsih mengatakan, larangan setiap orang melakukan kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa perizinan berusaha dari pemerintah pusat dikecualikan bagi masyarakat yang hidup secara turun temurun di dalam hutan dan tidak ditujukan untuk kepentingan komersial.

"Ketentuan Pasal 17 ayat (2) huruf b dalam Pasal 37 angka 5 Lampiran Undang-Undang 6/2023 yang mengatur mengenai larangan untuk melakukan kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa perizinan berusaha dari pemerintah pusat adalah tidak dilarang bagi masyarakat yang hidup secara turun temurun di dalam hutan dan tidak ditujukan untuk kepentingan komersial," kata Enny.

Enny menjelaskan, norma tersebut juga disebutkan menjadi norma sekunder yang memiliki keterkaitan dengan Putusan MK Nomor 95/PUU-XII/2014.(***)

rel/MK




Posting Komentar

0 Komentar