Jakarta,TARUNA OFFICIAL
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Rektor Universitas Sumatera Utara (USU), Muryanto Amin, mengetahui proses pergeseran anggaran di Pemerintah Provinsi Sumut. Pergeseran itu diduga untuk pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumatera Utara.
"Rektor, sudah kami panggil, tapi yang bersangkutan belum datang ya, belum hadir," kata Pelaksana tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Kamis, 25 September 2025.
Asep mengatakan para penyidik di lembaganya ingin meminta keterangan soal pergeseran anggaran itu ke Muryanto Amin. Sebab, menurut Asep,
Rektor USU itu diduga juga ikut terlibat dalam membahas pergeseran anggaran Pemprov Sumatera Utara.
"Nah kami akan panggil kembali tentunya, karena kepentingannya adalah tadi ini terkait dengan masalah anggaran," ucapnya.
KPK sebelumnya memanggil Rektor USU itu pada 15 Agustus 2025 lalu. Namun Muryanto mangkir.
KPK belum memastikan kapan akan kembali memanggil Muryanto. Dalam daftar pemeriksaan itu, terdapat nama sepupu Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution, Deddy Rizaldi Rangkuti. Sama seperti Muryanto, Deddy tak memenuhi panggilan KPK.
Peneliti dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sumatera Utara, Elfenda Ananda, tak heran atas pemanggilan Muryanto dan Deddy.
Menurut dia, keduanya merupakan anggota tim bayangan efisiensi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Sumut 2025.
Tim ini, berdasarkan temuan Fitra, berperan penting dalam merealokasikan anggaran daerah dari sejumlah dinas ke Dinas PUPR Sumut setelah Bobby dilantik pada Februari 2025.
Dalam rancangan awal APBD Sumut 2025, kata Elfenda, Dinas PUPR hanya memiliki anggaran sebesar Rp 835 miliar. Perubahan terjadi setelah Bobby menjabat gubernur. Dinas yang dipimpin Topan Obaja Putra Ginting itu langsung mendapat anggaran sebesar Rp 1,25 triliun.
Elfenda menilai ada kejanggalan dalam realokasi anggaran itu. Seharusnya, menurut dia, anggaran itu dialokasikan untuk kegiatan produktif, seperti alat pertanian atau permodalan usaha kecil yang lebih mendesak di tengah situasi ekonomi saat ini, bukan untuk pembangunan jalan.
"Dan terbukti pembangunan jalan senilai Rp 231,8 miliar yang anggarannya masih digeser dari anggaran dinas lain malah sudah jadi bancakan. Operasi tangkap tangan (OTT) Topan Ginting menjadi bukti," ujar Elfanda pada 26 Agustus 2025.
Elfenda menyatakan penempatan orang dekat dan keluarga Bobby dalam tim bayangan itu penuh dengan konflik kepentingan.
Selain kedua orang yang sudah dipanggil KPK tersebut, menurut dia, ada sejumlah nama anggota tim sukses Bobby dalam pilkada Sumut dalam tim tersebut.
"Semestinya tim efisiensi anggaran bukan tim sukses apalagi keluarga. Agar tidak ada konflik kepentingan," ujarnya.
Salah satu pejabat di Pemprov Sumatera Utara menceritakan tim bayangan bentukan Bobby ini merealokasikan anggaran tak sesuai dengan prosedur.
Seharusnya realokasi anggaran itu dibahas dalam tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) yang diketuai oleh Sekretaris Daerah dan anggotanya, yaitu para kepala dinas.
"Kerja TAPD dipotong tim tak resmi itu. Tom itu memangkas anggaran dinas-dinas. Tim itu tak ada Surat Keputusan (SK)-nya," kata sumber tersebut.(***)
sumber tempo.co


















0 Komentar