Jakarta,TARUNA OFFICIAL
Eks Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai oleh pengamat politik menyedihkan sebab masih sibuk dengan elektoral (pemilu) hingga transaksi kekuasaan.
Hal tersebut berkaitan dengan putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden mendampingi Presiden Prabowo Subianto.
Jokowi yang masih sibuk mempertahankan kekuasaan anaknya,berbeda dengan presiden sebelumnya seperti Presiden ke-5 RI (2001–2004) Megawati Soekarnoputri dan Presiden ke-6 RI (2004–2014) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Baru-baru ini Jokowi secara terbuka menyatakan dukungannya untuk mendorong pemerintahan Prabowo-Gibran sampai dua periode (2024-2029 dan 2029-2034).
Jokowi bahkan mengerahkan relawannya untuk mewujudkan misi tersebut, sebab ayah Wapres Gibran itu memiliki kepentingan.
“Sejak awal saya sampaikan seluruh relawan untuk itu. Ya memang sejak awal saya perintahkan seperti itu, untuk mendukung pemerintahan Presiden Prabowo-Gibran dua periode,” ungkap Jokowi, Jumat (19/9/2025) di kediamannya Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, Jawa Tengah.
Menanggapi hal tersebut, pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya mengaku miris dengan Jokowi.
Apalagi pemerintahan Prabowo-Gibran belum genap setahun, sehingga ucapan Jokowi yang ingin putranya maju sampai dua periode terdengar menyedihkan.
Yunarto lalu membandingkan Jokowi dengan dua presiden lainnya, SBY dan Megawati yang sudah melepaskan urusan elektoral dan fokus berbicara tentang hal besar di dunia internasional pasca-lengser dari kekuasaan.
"Pak Jokowi selain berbicara mengenai dukungan terhadap Presiden Prabowo, tapi juga sedang mendukung anaknya dan ingin kemudian mempertahankan kekuasaan anaknya" kata Yunarto di program Kompas Petang, Kompas TV, Jumat (20/9/2025).
"Buat saya menyedihkan, buat seorang mantan presiden yang seharusnya sudah menjadi seorang statesman (negarawan)" imbuhnya.
"Negarawan yang bicaranya kalau kita lihat Pak SBY itu diundang ke luar negeri berbicara mengenai climate change (red-perubahan iklim jangka panjang), berbicara mengenai disrupsi AI" sambung Yunarto.
"Atau yang terjadi juga dengan Ibu Mega misalnya diundang di Vatikan berbicara tentang keberagaman" tambahnya.
"Ini yang menurut saya sangat disayangkan dari seorang mantan presiden dua periode yang kita harapkan ada pada tahapan seorang negarawan" jelas Yunarto.
"Tapi kemudian masuk kepada wilayah perbincangan mengenai elektoral, transaksi kekuasaan," tambahnya.(***)
rel


















0 Komentar