Mahfud MD : Putusan MA Soal Syarat Batas Usia Calon Kepala Daerah Teranulir oleh Putusan MK



JAKARTA,Taruna Official

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) sekaligus Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD mengatakan,putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024 yang mengubah syarat batas minimal usia pencalonan kepala daerah menjadi 30 tahun saat dilantik teranulir dengan putusan MK nomor 70/PUU-XXII/2024 yang diketok Selasa (20/8/2024).

Dalam pertimbangan putusan tersebut, MK menegaskan di antaranya bahwa norma terkait batas usia calon kepala daerah dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e UU 10/2016 UU Pilkada yang dipersoalkan Pemohon sudah sangat jelas sehingga tidak perlu dimaknai.

Mahfud menegaskan peraturan KPU harus merujuk pada putusan MK tersebut dan bukan putusan MA sebelumnya meskipun di sisi lain KPU sudah menerbitkan peraturan KPU nomor 8 tahun 2024 yang mengakomodir putusan MA terkait syarat usia calon kepala daerah.

Hal tersebut, kata dia, karena putusan MK berkedudukan lebih tinggi ketimbang putusan MA.

"Peraturan KPU itu harus ikut yang undang-undang. Yang undang-undang ya putusan MK itu. Kalau putusan MA itu hanya memutus KPU. (Putusan MA) Teranulir dengan sendirinya, semestinya," kata Mahfud di kantor MMD Initiative Jakarta Pusat pada Selasa (20/8/2024).

Dikutip dari salinan putusan MK tersebut, Mahkamah menyatakan bahwa norma terkait batas usia calon kelala daerah dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e UU 10/2016 adalah norma yang sudah sangat jelas.

Hal tersebut tertuang dalam pertimbangan hukum Mahkamah di poin 3.17 yang menyatakan pertimbangan dilakukan secara utuh dan komprehensif berdasarkan pada pendekatan historis, sistematis, praktik selama ini, dan perbandingan.

Dengan pertimbangan tersebut, Mahkamah menegaskan Pasal 7 ayat (2) huruf e UU 10/2016 merupakan norma yang sudah jelas, terang-benderang, bak basuluh matohari, cetho welo-welo," kata Mahkamah.

Sehingga, menurut Mahkamah, terhadapnya tidak dapat dan tidak perlu diberikan atau ditambahkan makna lain atau berbeda selain dari yang dipertimbangkan dalam putusan a quo, yaitu persyaratan dimaksud harus dipenuhi pada proses pencalonan yang bermuara pada penetapan calon.

Dalam batas penalaran yang wajar, Mahkamah menegaskan bahwa menambahkan pemaknaan baru pada Pasal 7 ayat (2) huruf e UU 10/2016, termasuk seperti yang dimohonkan para Pemohon, justru akan memosisikan norma a quo menjadi berbeda sendiri (anomali) di antara semua norma dalam lingkup persyaratan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah. 

Selain itu, menurut Mahkamah bilamana terhadap norma Pasal 7 ayat (2) huruf e UU 10/2016 ditambahkan makna seperti yang dimohonkan para Pemohon, norma lain yang berada dalam rumpun syarat calon berpotensi dimaknai tidak harus dipenuhi saat pendaftaran, penelitian, dan penetapan sebagai calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah. 

"Kalau kondisi demikian terjadi, pemaknaan baru dimaksud potensial menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap syarat lain yang diatur dalam Pasal 7 ayat (2) UU 10/2016. Artinya, pemaknaan tersebut tidak sejalan dengan jaminan kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945. 

Pada pertimbangan selanjutnya di poin 3.18, Mahkamah menimbang bahwa berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum di atas telah ternyata norma Pasal 7 ayat (2) huruf e UU 10/2016 yang mengatur mengenai syarat minimum usia calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah telah memberikan kepastian hukum yang adil sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, bukan seperti yang didalilkan oleh para Pemohon.

"Dengan demikian, dalil-dalil para Pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," dikutip dari salinan putusan MK tersebut.

Diberitakan sebelumnya, MK menegaskan, persyaratan batas usia minimum calon kepala daerah ditetapkan sebelum penetapan pasangan calon.

Hal ini ditegaskan MK melalui Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024, yang diajukan oleh A Fahrur Rozi dan Anthony Lee.

Mahkamah sejatinya menolak permohonan yang diajukan. 

Namun, dalam pertimbangannya, MK menilai terdapat urutan rangkaian kegiatan yang berada dalam satu rangkaian, yakni tahapan pendaftaran, penelitian persyaratan calon dan penetapan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.

"Karena berada dalam satu kelindan, semua yang menyangkut persyaratan harus dipenuhi sebelum dilakukan penetapan calon. Artinya, dalam batas penalaran yang wajar, penelitian keterpenuhan persyaratan tersebut harus dilakukan sebelum tahapan penetapan pasangan calon," kata Saldi Isra, saat membacakan pertimbangan perkara a quo, di ruang sidang pleno Gedung MK, Jakarta, Selasa (20/8/2024).

Mahkamah mengatakan, semua syarat pasangan calon kepala daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada harus dipastikan telah terpenuhi sebelum penyelenggara pemilu menetapkan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. 

Artinya, pada tahapan-tahapan berikutnya, seperti pemungutan suara, penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara, serta penetapan persyaratan, harus dipenuhi sebelum dilakukan penetapan calon.

Tak hanya itu, MK juga membandingkan penentuan batas usia persyaratan calon anggota legislatif dan juga calon presiden dan wakil presiden yang keterpenuhan syarat calon ditentukan ketika penetapan sebagai pasangan calon. 

"Artinya, segala persyaratan yang harus dipenuhi pada tahapan pencalonan harus tuntas ketika ditetapkan sebagai calon dan harus selesai sebelum penyelenggaraan tahapan pemilihan berikutnya," ucap Saldi.

Sebagai informasi, Pemohon Fahrur Rozi dan Anthony Lee dalam petitum permohonannya, meminta agar MK mengembalikan tafsir syarat usia calon kepala daerah seperti semula sebelum adanya putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024, yaitu ditetapkan sejak KPU menetapkan pasangan calon.(***)

Editor : Juliandar

Posting Komentar

0 Komentar