Drone “Mata-mata” di Kejagung Ditembak Jatuh


Jakarta,tarunaofficial
Pihak keamanan komplek Kejaksaan Agung menembak jatuh sebuah drone yang diduga sedang memantau situasi di dalam Kejagung di Jakarta Selatan.
Drone itu ditembak jatuh setelah melintas di depan Gedung Kartika Kejaksaan Agung, di mana Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidus) berkantor.


Peristiwa penembakan drone itu terjadi pada  Rabu (5/6/2024) malam.
Pihak pengamanan Kejaksaan Agung pun membawa drone tersebut untuk kemudian dianalisa.
Namun  hingga kini, Kejaksaan Agung belum mengumumkan identitas drone tersebut.


"Belum. Ya nanti kan dilihat apa muatan dronenya  seperti apa, nanti saya coba konfirmasi," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana saat dihubungi, Rabu (5/6/2024).
Nantinya jika identitas drone ini dianggap tidak membahayakan, maka Kejaksaan Agung takkan mengungkapnya ke publik.
Sebaliknya, jika terindikasi membahayakan, maka Kejaksaan Agung akan berkoordinasi dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri).


"Kalau memang menurut kita tidak membahayakan, tidak perlu sampai ke media. Tapi kalau pun ada yg sifatnya membahayakan, kita lapor ke kepolisian atau kita lakukan penelusuran," ujar Ketut.
Kejadian drone terbang melintasi Kejaksaan Agung ini bukanlah kali pertama.


Sebelumnya pada Selasa (21/5/2024), di lapangan depan Gedung Kartika, tempat Jampidsus Kejaksaan Agung berkantor juga dilintasi drone.


Namun saat itu drone yang melintas belum berhasil ditembak jatuh meski tim penembak drone sudah disiagakan.
Sayangnya terkait peristiwa drone-drone melintas ini, Kejaksaan Agung tak bisa berbuat banyak, termasuk pelarangan.
"Wah kita enggak bisa melarang seperti itu. Karena lalu lintas udara di luar kewenangan kita. Kita enggak bisa melarang seperti itu," katanya.


Petugas pengamanan Kejaksaan Agung membawa drone yang sudah ditembak jatuh di depan Gedung Kartika, Rabu (5/6/2024). 
Namun demikian, dipastikan tim penembak drone bersiaga sebagai bentuk antisipasi.


"Kan ada alatnya. Kalau misalnya membahayakan ya kita turunkan dengan alat kita. Kita tembak dia," kata Ketut.
Kejaksaan Agung saat ini memang tengah menjadi sorotan. Terutama sejak penguntitan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Ardiansyah oleh anggota Densus 88 Antiteror .


Pakar hukum tata negara, Mahfud MD, meminta kasus tersebut diungkap ke publik.


Sementara Mahfud MD yang merupakan mantan calon wakil presiden pada Pemilu 2024,meminta pemerintah menjelaskan kasus itu agar dibuka kepada publik secara terang-benderang.


"Harusnya pemerintah menjelaskan, kan ada pejabat yang berwenang untuk meng-clear-kan ini, kalau di tingkat Menko (Polhukam) belum bisa, bisa Presiden langsung.


Kan ini semua tanggung jawab Presiden," kata Mahfud dalam tayang di YouTube Mahfud MD Official, Selasa (04/6/2024).
Menko Polhukam periode 2019-2024 itu menilai, penjelasan dari Kejagung ataupun Polri yang sudah disampaikan beberapa waktu lalu tidak menjelaskan persoalan yang sebenarnya terjadi.


Mahfud berpendapat, penguntitan Jampidsus merupakan tindakan yang sangat aneh.
Selain itu, Mahfud turut menyorot tugas dan fungsi Densus 88 Polri.


Menurut dia, tokoh pendiri Densus 88, Irjen (Purn) Ansyaad Mbai menegaskan bahwa satuan itu fokus mengurus teror, bukan korupsi.


Mahfud lantas mengutip pernyataan Ansyaad, yang pernah mengatakan bahwa anggota-anggota Densus 88 itu tidak bisa melakukan tugas-tugas di luar teror dan terorisme tanpa ada keterangan yang jelas.


Dengan demikian, keberadaan para anggota Densus 88 Polri di lapangan harus jelas masalah maupun surat tugasnya.


"Kalau melakukan tugas-tugas itu harus jelas masalahnya apa, surat tugasnya dari siapa, nah ini ada tidak, kalau tidak ada kan gampang
Petugas pengamanan Kejaksaan Agung membawa drone yang sudah ditembak jatuh di depan Gedung Kartika, Rabu (5/6/2024). 


Orangnya kan sudah ditangkap, diinterogasi saja, kan begitu, ini kamu dari mana melakukan itu," ujar Mahfud.
Selain itu, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2008-2013 itu menegaskan, tugas Densus 88 jelas hanya mengurus persoalan terorisme.


Jika ada tugas-tugas yang dilakukan di luar dari penanggulangan terorisme maka ini menjadi bentuk pelanggaran disiplin.
Bahkan, hal ini bisa masuk kategori pelanggaran disiplin sangat berat.
"Ya, pelanggaran disiplin yang sangat berat," kata Mahfud.


Menurut Mahfud, kasus penguntitan itu memiliki kaitan dengan perebutan pergantian penguasa mafia timah.
Mahfud menyebutkan, kondisi itu terjadi seiring pergantian pemerintahan yang dalam waktu dekat akan dilakukan.


Terkait Mafia Timah.


"Ini sebenarnya perebutan pergantian owner mafia timah, jadi timah itu selama ini ada owner-nya, penguasa timah, karena rezim politik akan berubah sekarang ini mulai disingkirkan orang-orang yang sekarang menjadi mafia," ujar Mahfud. 


"Lalu, dilakukan dengan cara itu agar orang-orang tertentu bisa ditangkap dan owner mafia ini bisa diganti pada saat pergantian pemerintahan. Ini penjelasannya Ansyaad Mbai," imbuh Mahfud.


Lebih lanjut, Mahfud menambahkan, kasus ini tidak bisa diselesaikan hanya secara internal.


Mahfud mendesak anggota Densus 88 yang ditangkap harus diinterogasi secara terbuka agar diketahui apa masalahnya dan siapa yang ada di balik semua ini.
Terlebih lagi, tak lama setelah kasus penguntitan sempat ada kendaraan Brimob yang keliling di area Gedung Kejagung.


"Harusnya kan ada setiap malam kalau memang mau menjaga keamanan, ini harus dijelaskan kepada masyarakat karena masyarakat itu harus diberi ketenteraman," ujar Mahfud.(***)

joeltaruna

Posting Komentar

0 Komentar