Terkait Ijazah Jokowi, Warga Makassar Gugat UU KIP ke MK

Makassar,TARUNA OFFICIAL 
Advokat asal Makassar, Sulawesi Selatan, Komardin, mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam permohonannya, ia meminta agar dokumen ijazah milik pejabat dan mantan pejabat negara tidak lagi termasuk kategori informasi yang dikecualikan, sehingga dapat diakses dan diperiksa oleh publik.

Permohonan ini diajukan menyusul maraknya polemik di masyarakat terkait keaslian ijazah sejumlah pejabat publik.

Komardin menilai, kegaduhan yang timbul akibat isu tersebut berdampak langsung pada aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat.

“Terjadi gaduh di mana-mana yang menyebabkan usaha-usaha kami itu sulit. Ya, sering ada demo, kemudian ada perdebatan, dan sebagainya,” ujar Komardin dalam sidang perkara nomor 174/PUU-XXIII/2025 di MK, Jumat (10/10/2025).

Pernyataan tersebut ditanggapi oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra yang memimpin sidang Panel 2.

Ia bertanya apakah kegaduhan soal ijazah benar-benar berdampak pada ekonomi masyarakat.

“Jadi gara-gara ijazah ini, terganggu ekonomi, Pak?” tanya Saldi Isra.

“Ya, betul.”jawab Komardin.

Singgung Ijazah Jokowi dan UGM

Dalam sidang tersebut, Komardin juga menyinggung isu ijazah Strata 1 Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, yang sempat menjadi sorotan publik.

Ia menyebut bahwa polemik tersebut berlarut karena pihak Universitas Gadjah Mada (UGM) tidak bersedia memberikan keterangan atau bukti yang diminta.

“Karena itu, pemohon melakukan gugatan perbuatan melawan hukum kepada UGM di Pengadilan Negeri Sleman dengan tujuan kegaduhan dapat dicegah agar tuntutan pemohon tidak dilanjutkan,” jelasnya.

Pasal-Pasal yang Diuji dan Permintaan Komardin

Komardin menguji tiga pasal dalam UU KIP yang menurutnya menjadi penghalang keterbukaan informasi terkait dokumen pendidikan pejabat publik:

Pasal 17 huruf g: Melarang pembukaan informasi yang mengungkap isi akta otentik bersifat pribadi, termasuk wasiat.
Pasal 17 huruf h angka 5: Melarang pembukaan catatan pribadi terkait kegiatan pendidikan formal dan nonformal.

Pasal 18 ayat (2) huruf a: Menyatakan bahwa informasi pribadi hanya dapat dibuka jika ada persetujuan tertulis dari pihak terkait.

Komardin juga meminta agar skripsi dan ijazah pejabat publik dikecualikan dari ketentuan tersebut, sehingga dapat diperiksa keasliannya oleh lembaga berwenang maupun melalui proses hukum.(***)




















Posting Komentar

0 Komentar