KPK Ungkap Kaitan Rektor USU dengan Bobby dan Topan, Dalam Kasus Korupsi Proyek Jalan di Sumut

Jakarta,TARUNA OFFICIAL
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyoroti kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara. 

Rektor sekaligus Guru Besar Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (USU), Prof Muryanto Amin, disebut masuk dalam lingkaran dekat Gubernur Sumut Bobby Nasution dan mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut, Topan Obaja Putra Ginting (TOP), yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan bahwa pihaknya akan mendalami keterangan dari Muryanto Amin untuk mengungkap peran maupun pengetahuannya terkait kasus ini.

“Ini circle-nya, kan, circle-nya termasuk TOP juga kan,” ujar Asep kepada media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (25/8/2025).

Menurut Asep, pemanggilan terhadap Muryanto Amin bertujuan untuk menggali lebih jauh keterangannya mengenai pengadaan jalan serta dugaan adanya aliran dana suap di balik proyek infrastruktur tersebut.

“Jadi, kami mendalami terkait dengan keterangan-keterangan atau pengetahuan-pengetahuan dari rektor ini mengenai masalah pengadaan jalan dan lain-lainnya,” jelasnya.

Muryanto Amin sebelumnya telah dijadwalkan hadir sebagai saksi pada 15 Agustus 2025, tapi ia tidak memenuhi panggilan tersebut.

KPK menekankan pentingnya keterangan dari pihak-pihak yang berada dalam lingkaran Topan Obaja maupun Gubernur Sumut.

Topan Obaja Tidak Bertindak Sendiri

Bahkan Kadis PUPR Sumut, Topan Ginting dan Gubernur Sumut Bobby Nasution sempat meninjau kondisi jalan Pemprov Sumut dari Desa Janji Manahan Kecamatan Dolok, Kabupaten Padang Lawas Utara hingga ke Desa Huta Baru, Kecamatan Aek Bilah, Kabupaten Tapanuli Selatan.

KPK menduga Topan Obaja Putra Ginting tidak bekerja sendiri dalam kasus dugaan korupsi ini. 

Asep Guntur menyebutkan adanya kemungkinan perintah yang diterima TOP dari pihak lain.

“Kami juga menduga-duga bahwa TOP ini bukan hanya sendirian. Oleh sebab itu, kami akan lihat ke mana yang bersangkutan berkoordinasi dengan siapa, atau mendapat perintah dari siapa,” ujarnya pada Jumat (25/7).

Pendalaman kasus dilakukan dengan menelusuri informasi dari keluarga TOP serta barang bukti elektronik yang kini sedang dianalisis di laboratorium forensik KPK.

Dalam penyidikan, KPK menekankan bahwa ada dua aspek yang perlu didalami, yakni alur perintah dan aliran dana. 

Asep menjelaskan bahwa biasanya perintah diberikan terlebih dahulu sebelum eksekusi proyek dilakukan, kemudian barulah dana hasil korupsi dibagikan.

“Alur perintahnya tentunya mendahului dari proses tadi kan. Pasti perintahnya dulu kan awalnya, memerintahkan gini-gini, baru dieksekusi. Setelah dieksekusi, baru uangnya dibagikan,” tegasnya.

KPK sebelumnya telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada 26 Juni 2025 terkait dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumut serta Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah I Sumut.

Dua hari kemudian, pada 28 Juni 2025, KPK resmi menetapkan lima tersangka yang terbagi dalam dua klaster kasus.

Para tersangka terdiri dari,
Topan Obaja Putra Ginting (TOP) – Kepala Dinas PUPR Sumut.

Rasuli Efendi Siregar (RES) – Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut merangkap pejabat pembuat komitmen.

Heliyanto (HEL) – PPK di Satker PJN Wilayah I Sumut.

M Akhirun Efendi (KIR) – Direktur Utama PT Dalihan Natolu Group.

M Rayhan Dulasmi Piliang (RAY) – Direktur PT Rona Na Mora.

Dalam konstruksi perkara, Akhirun Efendi dan Rayhan Dulasmi diduga sebagai pemberi suap. 

Sementara penerima dana suap di klaster pertama adalah TOP dan Rasuli Efendi, dan di klaster kedua adalah Heliyanto.

KPK mengungkap bahwa ada enam proyek yang masuk dalam dua klaster korupsi tersebut. Empat proyek berada di lingkungan Dinas PUPR Sumut, sedangkan dua proyek lainnya di Satker PJN Wilayah I Sumut. Total nilai proyek yang terlibat mencapai Rp231,8 miliar.(***)







sumber Kompas.com

Posting Komentar

0 Komentar