Medan,TARUNA OFFICIAL
Direktur Utama PT Bank Sumut, Babay Farid Wazdi (BFW) dikabarkan diperiksa oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia terkait pemberian kredit PT Sritex.
BFW diperiksa kaitannya karena pemberian kredit kepada PT Sritex saat dia menjabat sebagai Direktur Kredit UMKM & Usaha Syariah PT Bank DKI tahun 2020. Satu direksi lainnya adalah NA selaku Direktur Komersial dan UMKM Bank BJB.
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa sembilan orang saksi terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB), PT Bank DKI dan Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (BPD Jateng) kepada PT Sri Rejeki Isman, Tbk (PT Sritex) dan entitas anak usaha.
Dari sembilan orang tersebut, Kejagung memanggil dua orang masing-masing dari jajaran direksi Bank BJB dan Bank DKI.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Dr Harli Siregar SH MHum menerangkan, sembilan orang saksi tersebut diperiksa terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit Bank BJB, PT Bank DKI dan BPD Jateng kepada PT Sritex dan entitas anak usaha atas nama tersangka ISL dkk.
"Kemarin sudah berangkat ke Jakarta.Panggilan oleh kejaksaan,"kata sumber kepada media,Minggu (1/6/2025)
Dari sembilan orang tersebut, Kejagung memanggil dua orang masing-masing dari jajaran direksi Bank BJB dan Bank DKI.
Dua orang direksi yang dipanggil sebagai saksi itu adalah BFW selaku Direktur Kredit UMKM & Usaha Syariah PT Bank DKI tahun 2020. Satu direksi lainnya adalah NA selaku Direktur Komersial dan UMKM Bank BJB.
Saat ini Dirut PT Sritex telah ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menggunakan uang kredit tersebut tidak sesuai peruntukan, seperti untuk membayar utang dan membeli tanah hingga merugikan negara sebesar Rp 692 miliar dengan outstanding kredit sebesar Rp 3,5 triliun
Dan Kejaksaan Agung telah resmi menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi Pemberian Kredit PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten juga PT Bank DKI Jakarta kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex).
Dalam keterangannya, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung atau Dirdik Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar menyampaikan, bahwa pada hari Rabu tanggal 21 Mei 2025 ini, Tim Penyidik Pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Republik Indonesia berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor 62/ FDD /FDD 2/ 10 2024 Tanggal 25 Oktober 2024, telah membawa 3 orang saksi.
Yang pertama adalah DS selaku pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten tahun 2020.
Yang kedua ZM selaku Direktur Utama PT Bank DKI Jakarta tahun 2020. Kemudian yang ketiga adalah ISL selaku Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman TBK tahun 2005-2022.
Bahkan dalam pemeriksaan sebelumnya,Penyidik sudah melakukan pemeriksaan terhadap 46 saksi ditambah 9 saksi lainnya.
"Kemudian juga beberapa waktu lalu, Penyidik juga telah melakukan pemeriksaan terhadap 1 orang ahli.Setelah melakukan pemeriksaan terhadap para saksi tersebut di atas, Penyidik memperoleh alat bukti yang cukup," ungkap Abdul Qohar, di Kantor Kejaksaan Agung, Rabu Malam (21/5/2025).
"Kemudian setelah dilakukan pemeriksaan terhadap DS, ZM dan terhadap ISL, pada hari ini, Rabu tanggal 21 Mei tahun 2025, penyidik pada jam 7.00 WIB, Kejagung RI menetapkan tiga orang tersebut sebagai tersangka karena ditemukan alat bukti yang cukup telah terjadi tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten serta PT Bank TKI Jakarta kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk,"lanjut Abdul Qohar.
Dia juga menerangkan, terhadap DS, tersangka JM, dan tersangka ISL disangka telah melanggar pasal dua ayat satu atau pasal tiga junto pasal delapan belas Undang-undang Nomor 31 tahun 1799 tentang PemberantasanTindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 junto pasal 55 ayat satu ke satu Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
"Terhadap tiga tersangka, dilakukan penahanan untuk 20 hari di Rutan Salemba," jelas Abdul Qohar.
Kronologi
Abdul Qohar membeberkan, bahwa telah terjadi tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit dari beberapa bank pemerintah kepada PT Sritex Rejeki Isman TBK dengan nilai total outstanding atau tagihan yang belum dilunasi hingga bulan Oktober 2024 sebesar Rp 3.588.650.808.028,57 (Rp 3,58 Triliun)
Dengan perincian sebagai berikut:
- Bank Jateng sebesar Rp395.663.215.800.
- Bank BJB, Bank Banten dan Jawa Barat sebesar Rp543.980507.170.
- Kemudian untuk Bank DKI sebesar Rp149.785.018,57.
- Bank Sindikasi yang terdiri dari Bank BNI, Bank BRI dan LPEI jumlah seluruhnya adalah Rp2,5 T.
Selain pemberian kredit di atas, PT Sri Rejeki Isman Tbk juga mendapatkan pemberian kredit di bank swasta yang jumlahnya sebanyak 20 bank.
Pemberian kredit kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk yang dilakukan secara melawan hukum dan menyebabkan adanya kerugian keuangan negara dapat disampaikan fakta-fakta sebagai berikut,
Bahwa dalam laporan keuangan PT Sri Rejeki Isman Tbk telah melaporkan adanya kerugian dengan nilai mencapai Rp1.008.000.000 USD atau setara dengan Rp15,65 triliun pada tahun 2021.
Padahal sebelumnya, pada tahun 2020, PT Sri Rejeki Isman TBK masih mencatat keuntungan sebesar setara dengan Rp1,24 triliun.
Jadi ada keganjilan,dalam satu tahun mengalami keuntungan yang sangat signifikan, kemudian tahun berikutnya juga mengalami kerugian yang sangat signifikan.
"Inilah konsentrasi dari teman-teman penyidik. Kemudian PT Sri Rejeki Isman Tbk dan entitas anak perusahaannya memiliki kredit nilai total understanding atau tagihan yang belum dilunasi hingga bulan Oktober tahun 2024 sebesar Rp3.588.000.000 dan Rp650.808.028,57.
Utang tersebut adalah kepada beberapa bank pemerintah, baik bank Himbara yaitu himpunan bank milik negara maupun bank milik pemerintah daerah.
Selain kredit tersebut di atas, PT Sri Rejeki Isman Tbk juga mendapatkan pemberian kredit dari 20 bank swasta.
Kemudian dalam pemberian kredit kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk, ZM selaku Direktur Utama PT Bank DKI dan DS selaku pimpinan Divisi Korporasi dan Komisaris Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten telah memberikan kredit secara melawan hukum karena tidak melakukan analisa yang memadai dan mentaati prosedur serta persyaratan yang telah ditetapkan.
Salah satunya adalah tidak punya syarat kredit modal kerja.
Karena hasil penilaian dari lembaga Pemeringkat Mood's disampaikan bahwa PT Sri Rezeki Isman TBK hanya memperoleh predikat BB- atau memiliki resiko gagal bayar yang lebih tinggi padahal seharusnya pemberian kredit tanpa jaminan hanya dapat diberikan kepada perusahaan atau debitor yang memiliki peringkat A.
Hal itu harus dilakukan sebelum diberikan finalis kredit sehingga perbuatan tersebut bertentangan dengan ketentuan standar operasional prosedur bank serta Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan sekaligus penerapan prinsip kehati-hatian.
"Bahwa pada saat ISL selaku Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman TBK mendapatkan dana dari PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat, Banten dan PT Bank DKI Jakarta terdapat fakta hukum bahwa dana tersebut tidak dipergunakan sebagai tujuan dari pemberian kredit yaitu untuk modal kerja tetapi disalahgunakan untuk membayar hutang dan membeli aset non-produktif sehingga tidak sesuai dengan peruntukan yang seharusnya," tegasnya.
Bahkan kredit yang diberikan oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat, Banten dan PT Bank DKI Jakarta kepada PT Sri Rezeki Isman TBK saat ini macet dan aset perusahaan tidak bisa dieksekusi untuk menutupi nilai kerugian negara karena nilainya lebih kecil dari nilai pemberian pinjaman kredit serta tidak dijadikan sebagai jaminan atau agunan.
PT Sri Rejeki Isman TBK juga dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang melalui putusan nomor perkara 2/PDT.SUS /homologasi/2024/PN Niaga Semarang.
"Akibat adanya pemberian kredit oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat, Banten dan PT Bank DKI Jakarta kepada PT Sri Rezeki Isman Tbk telah mengakibatkan adanya kerugian pembangunan negara dari total nilai outstanding atau target yang belum dilunasi sebesar Rp 3,58 Triliun," tandas Abudl Qohar.(***)
rel/tim/kompasiana
0 Komentar