Guru Besar Unair : Pengunggah Video Peristiwa Nyata Tidak Bisa Dikenakan Pasal Pidana


Jakarta,TARUNA OFFICIAL
Pengamat politik sekaligus Guru Besar Universitas Airlangga, Prof Henri Subiakto, menanggapi insiden pembubaran diskusi kebangsaan yang terjadi di Kemang, Jakarta.

Prof Henri mengingatkan pentingnya menghargai hak konstitusional warga negara dalam menyampaikan informasi.

Prof Henri menjelaskan bahwa tidak ada pasal pidana yang bisa dikenakan pada siapa pun yang mengunggah video atau informasi elektronik terkait peristiwa kejadian nyata.

"Tidak ada pasal pidana apapun yang bisa dikenakan pada siapapun yang mengupload video atau informasi elektronik yang muatannya berisi sebuah peristiwa kejadian nyata," ujar Prof Henri dalam keterangannya di aplikasi X @henrysubiakto (29/9/2024).

Hal ini merujuk pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang, menurutnya, bukanlah peraturan yang dimaksudkan untuk menakut-nakuti warga negara dalam menyampaikan fakta.

"UU ITE bukan peraturan hukum yang dibuat untuk menakut nakuti warga negara menyampaikan fakta," ucapnya.

Prof Henri bilang, menyampaikan informasi tentang fakta merupakan bagian dari komunikasi yang dijamin Pasal 28 F UUD 1945.

"Menyampaikan informasi tentang fakta adalah bagian dari komunikasi yang merupakan hak warga negara yang dijamin oleh pasal 28 F UUD 1945," sebutnya.

Ia menekankan bahwa aparat harus menghargai konstitusi negara dan tidak menghalangi hak warga negara dalam mengungkapkan kejadian atau informasi yang bersifat publik.

"Aparat harus menghargai konstitusi negara," tandasnya.

Sebelumnya, Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Pol Ade Rahmat Idnal, mengungkapkan bahwa pihaknya akan memanggil orang yang pertama kali mengunggah video pembubaran seminar di Hotel Grand Kemang.

Ia menjelaskan bahwa Polres Metro Jakarta Selatan sedang menyelidiki pihak-pihak yang menyebarkan video tersebut.

Pada hari kejadian, lanjutnya, ada dua kegiatan berbeda yang berlangsung, yakni seminar di dalam hotel yang tidak mendapat pemberitahuan ke pihak kepolisian, serta aksi unjuk rasa tandingan di luar hotel yang berupaya menghalangi acara tersebut.

Tiba-tiba, beberapa massa menyusup melalui pintu belakang hotel yang biasanya digunakan oleh karyawan, dan sebagian dari mereka sudah berada di dalam hotel saat seminar berlangsung.

Hingga saat ini, polisi telah mengamankan lima orang yang diduga terlibat dalam peristiwa tersebut, dan dua di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka dengan dugaan tindak pidana perusakan dan penganiayaan.


Bertolak belakang dengan Kapolres Jakarta Kombes Pol Ade Rahmad Idnal,justru Polda Metro Jaya tidak akan memberikan toleransi kepada oknum oknum yang melakukan aksi premanisme dalam peristiwa pembubaran diskusi di Hotel Kemang Jakarta Selatan.

Wakapolda Metro Jaya Brigjen Djati Wiyoto Abadhy menegaskan,Polda Metro Jaya tidak akan menoleransi aksi premanisme dalam pembubaran diskusi di hotel Kemang, Jakarta Selatan. Dua orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

"Ini adalah sebagai pertanggungjawaban Polda Metro Jaya, komitmen kami yang terkait dengan insiden yang terjadi kemarin. Kami tidak mentolerir segala bentuk premanisme kemudian aksi anarkis yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat dengan dalil apa pun, entah itu mau membubarkan," kata Wakapolda Metro Jaya Brigjen Djati Wiyoto Abadhy, dikutip pada Senin (30/9/2024).

Polda Metro Jaya bersama Polres Jaksel dan Polsek Mampang Prapatan langsung turun mengamankan pelaku saat itu. Lima orang diamankan, salah satunya adalah koordinator aksi.

"Di antaranya adalah inisial FEK, ini selaku koordinator lapangan. Yang kedua GW, ini selaku aksi perusakan yang ada di dalam, kemudian JJ, ini masuk ke dalam, membubarkan sampai melakukan perusakan mencabut baliho-baliho yang ada di dalam," jelasnya.

Pelaku lain yang diamankan adalah LW. Perannya melakukan perusakan dan membubarkan acara diskusi di dalam hotel.

"Yang terakhir MDM, ini hampir sama yaitu membubarkan dan melakukan perusakan yang ada di dalam gedung," ujarnya.

Djati mengatakan pihaknya juga melakukan investigasi internal.Hal ini dilakukan untuk memastikan ada-tidaknya pelanggaran SOP oleh anggotanya.

"Kemudian, selain itu juga, kami juga melakukan investigasi secara internal terhadap para petugas Polri yang bertugas mengamankan pada saat aksi unjuk rasa berlangsung, apakah di situ ada pelanggaran SOP atau tidak," tuturnya.(***)

Editor : Juliandar

Posting Komentar

0 Komentar